1. Pengertian dan aspek2 CPOB?
CPOB adalah bagian dari
Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara
konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
CPOB mencakup Produksi dan
Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a) semua proses pembuatan obat
dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan
terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;
b) tahap proses yang kritis
dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang
signifikan divalidasi;
c) tersedia semua sarana yang
diperlukan dalam CPOB termasuk:
-
personil yang terkualifikasi dan terlatih;
-
bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
-
peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
-
bahan, wadah dan label yang benar;
-
prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
-
tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
d) prosedur dan instruksi
ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda,
dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
e) operator memperoleh
pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
f) pencatatan dilakukan secara
manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua
langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan
benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai
dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi;
g) catatan pembuatan termasuk
distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan
secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;
h) penyimpanan dan distribusi
obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat;
i) tersedia sistem penarikan
kembali bets obat manapun dari peredaran; dan
j) keluhan terhadap produk yang
beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan
yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.
ASPEK2 CPOB
1.
MANAJEMEN MUTU
PRINSIP
Industri
farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman,
mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian
tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan
komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan
dan dimonitor efektivitasnya.
2.
PERSONALIA
PRINSIP
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh
personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
3.
BANGUNAN DAN
FASILITAS
PRINSIP
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
4.
PERALATAN
PRINSIP
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets
dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.
5.
SANITASI DAN
HIGIENE
PRINSIP
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
6.
PRODUKSI
PRINSIP
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan
dan izin edar.
7.
PENGAWASAN
MUTU
PRINSIP
Pengawasan Mutu merupakan
bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan
pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari
awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang
relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
8.
INSPEKSI DIRI,
AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN PEMASOK
PRINSIP
Tujuan inspeksi diri adalah
untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri
farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang
untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen
dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam
hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan
inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang
efektif.
9.
PENANGANAN
KELUHAN TERHADAP PRODUK DAN PENARIKAN KEMBALI PRODUK
PRINSIP
Semua keluhan dan informasi
lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji
dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus
yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan
kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif.
10. DOKUMENTASI
PRINSIP
Dokumentasi adalah bagian dari
sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang
esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk
memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas
dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi,
Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi,
laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
11. PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK
PRINSIP
Pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI
PRINSIP
Bab ini menguraikan prinsip
kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan
industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai
bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi
mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
NOMOR 6
§
sebuah sistem dengan larutan lebih lemah disebut
hipotonis sehubungan dengan larutan lebih kuat dan cairan dengan konsentrasi
lebih (tinggi) disebut hipertonis dalam perbandingannya satu sama lain.
beberapa larutan dikatakan isotonis ialah larutan yang mempunyai tonisitas yang
sama.
§
di samping itu, bila larutan hipotonis digunakan
dalam kontak dengan sel, air akan digambarkan masuk ke dalam sel karena adanya
perbedaan tekanan osmosis larutan pada masing-masing sisi membran plasma.
sebaliknya jika larutan hipertonis digunakan, air akan dikeluarkan dari sel dan
sel menjadi berkerut dan kusut (krenulasi) dan tidak mampu berfungsi normal
saat kondisi seperti itu.
§
larutan hipotonis akan memberikan rasa sakit,
kemungkinan sel dapat over ekspansi dan pecah (hemolisis) sehingga menimbulkan
kerusakan permanen. sedangkan larutan hipertonis menghasilkan rasa sakit namun
kerusakan tidak permanen sebagaimana sel kembali ke keadaan normal sesegera
sebab larutan hipertonis dicairkan dengan cairan tubuh.
Larutan yang isotonis tidak akan
menyebabkan suatu jaringan membengkak atau berkontraksi bila mereka berkontrak
dan juga tidak menyebabkan rasa tidak enak bila diteteskan ke mata, saluran
hidunga, darah atau jaringan tubuh lainnya. Larutan dapat dikatakan mempunyai
konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotic yang sama dengan konsentrasi
garam yang sama dan tekanan osmotic yang sama dengan konsentrasi garam dan tekanan osmotic sel darah merah ;
larutan ini dikatakan isotonis dengan darah. Keluarnya air dari dalam sel
menyebabkan sel mengerut dan mengecil atau crenated. Dalam hal seperti ini
larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur dengan
natrium klorida 0,2% atau air suling air akan memasuki sel darah, akibatnya sel
itu akan membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal
sebagai peristiwa hemolisis. Larutan garam lemah atau air disebut hipotonis
dengan darah.
tekanan osmosis pada larutan sama
atau hampir sama dengan dalam sel dan ini disebut larutan isotonis dengan dalam
sel. larutan dengan konsentrasi lebih
besar daripada dalam sel dikatakan hipertonis dan larutan dengan konsentrasi
lebih rendah dikatakan hipotonis
isotonis : jika suatu larutan konsentrasinya
sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi
pertukaran cairan diantara keduanya maka larutan dikatakan isotonis (
ekuivqlent dengan larutan 0,9 % NaCl).
hipotonis: turunnya titik beku kecil, yaitu
tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah sehingga menyebabkan air akan
melintasi membran sel darah merah yang semipermiabel memperbesar volume sel
darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel.
hipertonis : turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari
serum darah sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi
membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah
merah.
larutan yang memiliki tekanan osmotik sama seperti cairan tubuh dikatakan
isotonis dengan cairan tubuh. tekanan osmotik memiliki efek pada sel darah
merah yang ditunjukan dgn pengentalan sel darah merah dalam 3% larutan garam
disebut larutan hipertonik. larutan hipertonik memiliki tekanan osmotik lebih
tinggi. air dalam sel darah merah melewati membran sel smipermeabel dan
mencairkan larutan garam . akibat dari kehilangan air, sel meyusut dan
mengkerut fenomena in disebut krenasi.
jika sel darah merah tersuspensi kedalam air suling, air melewati membran
sel menuju ke dalam sel, menyebabkan sel mengembang dan pecah dengan pelepasan
hemoglobin.proses ini dikenal dengan hemolisis, cairan bersifat hipotonik
dengan darah dan memiliki tekanan osmotik lebih rendah.
terimakasih..:)
BalasHapusMaantaaaaaaaaaaaap makasih teh, anu profesinya di bidang farmasi juga ya? :D
BalasHapusSalam kenal lia ardyta
BalasHapus